Hai sobat RNZ ...
selamat sore menjelang petang gimana kabarnya hari ini ?..
apakah hari ini terasa berat atau biasa-biasa aja ??..
nah kebetulan hari ini mimin lagi apes kuota internet mimin lagi abis.. akhirnya cari warkop.. kehabisan kuota mimin kali ini ga terdekteksi dikarnakan mimin lg berencana ngumpulin duit buat beli campro .. (mudah2an ga ada yang nagih utang deket2 ini)
artikel mimin kali ini adalah meriview 5 film tentang cara bertahan hidup dan pesan moral yang disampaikan dalam film yang mimin tangkap yang bisa kalian pelajarin sebelum packing otw alam liar atau bacpacker apalagi buat yang jomblo yang jalan kemana2 sendiri #huahuuhauhahuauha kenapa selalu jomblo yang disalahkan ? oke tanpa banyak tulisan ngaur lagi langsung aja mimin jabarkan ulasan secepatnya karna mimin dah diplototin sama mas warteg Cuma jajan kopi segelas (kasian ya...)
oke film yang pertama ini yang mimin rekomendasikan adalah........... *suara ndrum band
1. INTO THE WILD
Bohong ..klo blom pernah nonton film ini mah para RNZer .. tapi klo kalian serius blom nonton ?? sumpehhhhh Kudet banget hidupnya tentang pengetahuan refrensinya survival ... dalam film ini ga ada efek aneh kaya kucing jadi robot ga ada mobil bisa ngomong .. semua diambil dari keadaan standart kehidupan nyata ... tapi yang bikin keren nih film adalah biografi film seorang pemuda yang bernama “alexander supertramp” dan sugguhan alam indah sekitaran kutub utara ini dan berbagai kota yang ia datangi ...
Dari seseorang anak laki-laki pintar yang kuliah di salah satu kampus bergengsi dikotanya dan mampu menghidupi diri sendiri tanpa meminta bantuan dari orantua .. gila saikkkk abisa dah ... kaga percaya ????!!!!!!!!!! nih mimin berih link nontonnya KLIK SAYA
2. THE REVENANT
bercerita tentang kehidupan seorang pemburu yang bernama Hugh Glass yang diperankan oleh Leonardo DiCaprio, diceritakan pada tahun 1820-an, Hugh Glass pernah diserang seekor Grizzly (sejenis Beruang).
Kejadian yang menimpanya saat itu membuatnya harus mengalami luka yang sangat parah, namun berkat usaha keras seorang diri akhirnya Hugh Glass berhasil selamat dari maut yang hendak menjemputnya.
Dalam Film The Revenant Pada saat Hugh Glass berjuang dengan luka yang diderita beserta nyawanya, teman yang dulu berangkat bersama dengan dirinya diantaranya (Tom Hardy, Will Pouler dan juga Domhnall Gleeson) justru tidak menolongnya dan malah membiarkannya temannya tersebut mati.
Ketika Hugh Glass mulai pulih dari lukanya tersebut, akhirnya Hugh Glass memutuskan untuk melakukan perjalanan berbahaya yang bertujuan untuk memburu orang-orang yang telah meninggalkannya dulu. Selama pencariannya Hugh Glass banyak melewati rintangan yang bisa dibilang sangat ganas.
Seperti harus melewati hutan yang begitu lebat, harus melewati segala bentuk pergantian musim mulai dari musim kemarau yang sangat terik hingga musim salju yang sangat dingin. Namun semua itu dapat dilewatinya dengan penuh perjuangan.
Bahkan Hugh Glass harus terlempar dari air terjun yang tingginya mencapai belasan meter, setelah melewati air terjun dan karang-karangnya yang terjal, Hugh Glass harus dihadang sekelompok pasukan berkuda.
Meski harus berjuang seorang diri namun, Hugh Glass berhasil menyelamatkan diri dengan cara menunggangi kuda para komplotan yang sudah mati. Dan pada saat menunggangi kuda Hugh Glass harus terjatuh dari atas tebing yang sangat tinggi. Lanjut download filmnya disini..
3. THE MARTIANS
Kisah ‘orang Mars pertama’ ini dimulai ketika misi Ares III terpaksa dibatalkan karena munculnya badai yang bersiap menyapu daratan luas Mars. Keselamatan para awak terancam, komandan misi Melissa Lewis (Jessica Chastain) meminta segera untuk lepas landas dari Mars dan meninggalkan seorang awak, Mark Watney (Matt Damon) yang telah diasumsikan mati. Mengejutkan, Mark masih hidup namun kehilangan kontak dengan NASA. Sembari menunggu penjemputan lewat Ares IV yang tiba 3 tahun kemudian, ia bertahan hidup lewat keahliannya di bidang botani.
“The Martian” ternyata bukanlah tipikal film yang ‘membakar’ secara perlahan-lahan untuk bisa diresapi penontonnya. Hal itu dibuktikan oleh Ridley Scott dengan mengumbar adegan bombastis yang bahkan telah muncul di menit-menit awal. Sebuah adegan dahsyat nan mengerikan dengan intensitas tinggi yang cukup mampu untuk menggetarkan nyali para penontonnya. Tidak ingin puas hanya dengan drama lepas landas dalam skala yang epik tersebut, narasi kemudian mengisahkan seorang awak yang tertinggal dan tentunya menciptakan perasaan miris. Tertinggal sendiri di sebuah planet ‘tidak bertuan’, pastinya tidak ada hal lain selain ketakutan demi ketakutan yang tersisa. Melihat Mark Watney hanya bisa luntang lantung di tempat yang sepanjang mata memandang hanya ada gurun pasir merah dan perbukitan itu, menyiratkan bahwa apa yang dialami oleh Chuck Noland (Tom Hanks) dalam “Cast Away” (2000) masihlah belum ada apa-apanya. Tragis, penuh penderitaan, kesepian, dan ketakutan, seolah-olah apa yang dilakoninya bakal disajikan dengan begitu kelamnya.
Sebagai kebalikannya, “The Martian” yang diangkat dari novel judul sama karya Andy Weir ini malah tampil dengan ‘berwarna’ terutama lewat banyak joke yang dilontarkan oleh Mark Watney. Melihatnya sebagai seseorang yang mengalami kesulitan tersial yang pernah ada, ia lantas tidak diciptakan sebagai karakter yang pasrah akan nasib namun sebaliknya ia memunculkan optimisme yang menarik. Berbekal keahlian botani yang dikuasainya, ia bahkan bisa menciptakan sumber pangan untuk bertahan hingga beberapa tahun ke depannya. Mungkin keambiguan karakter Mark ini sejatinya mampu membuat sisi realitanya menjadi lemah. Namun itu semua tidaklah menjadi masalah bila memang Ridley Scott sedari awal menggunakan pendekatan yang lebih ringan di film ini. Pengertian ‘ringan’ itu dapat dilihat dari bagaimana “The Martian” tidak banyak diisi oleh dialog-dialog scientific yang memusingkan dan mengejar nilai keakuratannya. Sebagai gantinya, ia sisipkan lelucon-lelucon efektif lewat karakter Mark dan beberapa kali memperdengarkan lagu-lagu disko yang asyik.
Beda di bumi, beda pula di Mars. Kembali lagi aspek humor itu banyak dihadirkan di sini lewat situasi yang terbangun di tempat yang berbeda. Ketika pihak NASA sampai beradu debat hingga panas terkait misi penyelamatan yang akan dilakukan untuk Mark, ia sendiri malah asyik mengkritisi lagu-lagu disko milik Melissa yang tertinggal dalam “Habitat”. Begitu juga ketika Melissa dan para awak yang tersisa masih diselimuti mendung duka dalam pesawat “Hermes”. Porsi humornya cukup banyak dan hal itu sangat ampuh sekali sebagai penghibur dan membantu penonton untuk melupakan sesaat penderitaan yang dialami oleh Mark. Tapi hal itu bukan berarti mengubah total film ini menjadi komedi renyah dengan melenyapkan aspek thrill-nya. Ketegangan lewat kejutan-kejutan tidak terduga tetap terus bermunculan. Bahkan, “The Martian” sendiri juga pintar sekali mempermainkan emosi, terkadang tone-nya cerah lewat lelucon-lelucon yang ada, dan kadang terasa pula sisi depresifnya ketika rencana-rencana karakter utama kita ini mengalami kegagalan.
Plotnya sangat sederhana sekali, secara garis besar “The Martian” bercerita tentang misi penyelamatan dan di bagian akhirnya akan menyisakan pertanyaan apakah misi tersebut sukses ataukah gagal. Plot yang sederhana itu dikembangkan dengan baik sehingga apa yang awalnya terlihat ‘mudah tertebak’ itu akhirnya menjadi sajian yang mengasyikkan untuk diikuti. Dialog-dialog yang ada pun juga terasa ‘membumi’ bila dibanding sci-fi sejenisnya, sehingga mudah terserap oleh mayoritas penonton yang tidak banyak tahu soal sains sekalipun. Walau sebelumnya saya katakan bahwa tidak ada drama yang membuat tersentuh, namun Ridley Scott tetap berhasil mengisinya dengan sisi humanism yang kuat. Hal tersebut dibuktikan lewat penceritaan tentang bersatunya berbagai pihak (hingga berbagai keahlian manusia) dan lambaian tangan penduduk bumi demi menyelamatkan satu orang dari “planet merah” tersebut. Sisi itu sekali lagi muncul untuk menegaskan tentang “memanusiakan manusia”, sekalipun ada ‘harga mahal’ yang harus dibayar. Lanjut download filmnya disini ...
4. 127 HOURS
Apa yang terjadi ketika seorang remaja berpetualang sendirian untuk lari dari berbagai masalahnya, dan ia terjebak untuk bertahan hidup selama 127 jam?
Perjuangan untuk melanjutkan hidup, dan pengalaman mengerikan yang membuat sang petualang menemukan arti hidupnya ini terjadi secara nyata pada Aron Ralston. Film yang penuh inspiratif ini diceritakan kembali oleh sutradara Danny Boyle dalam film “127 Hours”.
Pemerannya aktor tampan James Franco.
Walau dirilis pada tahun 2010, tapi film yang mendapat enam nominasi Academy Awards ini benar-benar menginspirasi banyak anak muda. Tidak hanya untuk lebih menghargai kehidupan dan keluarga, tapi juga untuk lebih optimis dan cerdas dalam bertahan hidup walaupun sudah berada di ujung kematian.
Cerita dimulai ketika Aron, remaja yang hobi mendaki dan melakukan hal gila pergi sendirian ke Blue John Canyon, di Utah. Ia pergi tanpa mengabarkan siapapun. Laiknya para pendaki yang berpengalaman, ia pergi dengan berbagai persiapan dan perlengkapan yang sangat lengkap, serta perhitungan matang akan segala jadwal kegiatan dalam perjalanannya.
Satu hal yang membuat ia lengah, pisau Swiss Army tajam andalanya yang tidak terbawa, tertukar dengan pisau lipat kecil yang tumpul.
Dengan kelihaiannya, Aron berhasil menyebrangi banyak tebing yang curam. Bahkan dengan petualangan Aron ini, kita bisa menikmati keindahan Blue John Canyon, baik dari struktur bebatuan, hingga air terjun di dalamnya. Sayangnya, selihai-lihainya seorang manusia jika ceroboh pasti akan tergelincir. Itulah yang terjadi pada Aron ketika secara tidak terduga terperosok ke dalam tebing yang dalam, dan batu besar dengan berat sekitar 360 Kg menjepit pergelangan tangan kanannya.
Disinilah masalah tiba. Tidak ada satu orangpun yang berada di lembah itu, dan ia berada terperosok sangat jauh. Berteriakpun percuma, suaranya tidak terdengar hingga ke atas. Sialnya, dengan segala cara yang Aaron lakukan batu itu tetap tidak bergeming. Tetap diam menjepit tangannya.
Dengan pikiran yang sangat dingin, Aron berfikir cerdas untuk bertahan dan menyelamatkan diri. Mulai dari menjadwal bekal makanan dan minuman, serta membuat perlindungan diri dari tali dan tenda. Itupun dilakukan dengan satu tangan. Ia juga menggunakan semua peralatannya untuk membebaskan tangannya.
Sayangnya, segala cara dilakukan tidak juga berhasil. Aron hampir menyerah dan merasa hidupnya hanya sampai di sini. Ia kemudian teringat kepada mantan kekasih dan semua keluarganya, terutama ibunya yang terus menerus mengkhawatirkannya. Rasa bersalah pun muncul. Ia bahkan sempat mengalami delusi dan halusinasi. Air minumnya juga mulai habis sehingga Aron terpaksa meminum air seninya sendiri. Luka di tangannya mulai membusuk dan badannya semakin lemah. Ia juga terkena dehidrasi dan hipotermia.Untungnya Aron sangat kuat, dan tetap berusaha untuk mempertahankan kesadarannya
.
Tidak ada jalan lain, satu-satunya cara bagi Aron adalah memotong pergelangan tangannya. Ia menyiapkan segala peralatan yang bisa digunakan. Sayangnya, ia salah membawa pisau lipat. Dengan terpaksa Aron menggunakan pisau lipat tumpul untuk memotong tangannya. Akhirnya ia mengikat bagian pergelangan tangan yang siap untuk dipotong, dan ditusukannya pisau tumpul itu ke dalam daging tangannya. Rasa sakit tak tertahankan dari sayatan-sayatan kecil sangat menyiksanya, tapi Aron tetap bertahan.
Akhirnya, dengan penuh perjuangan dan kenekatan ia berhasil memotong tangannya. Aron langsung meloncati lembah untuk segera keluar dari tempat ia terjebak, namun tak kunjung menemukan orang yang bisa menolongnya. Ia hanya menemukan genangan air kotor yang digunakannya untuk minum dan mencuci muka.
Beruntung ada sebuah keluarga yang lewat dan membantunya. Di sanalah akhirnya Aron mendapat pertolongan. Aron sendiri kini telah menikah dan tetap menjalani kehidupannya sebagai pendaki professional walau dengan satu tangan. Penasaran ?? download aja filmnya disini ..
5. WILD
Dibuka dengan adegan Reese Witherspoon mencabut kuku kakinya sendiri kemudian membuang sebelah sepatu hiking-nya ke bawah tebing sambil berteriak keras, Wild bercerita tentang perjalanan Cheryl Strayed melintasi Gurun Mojave dengan jarak lebih dari 1.000 mil yang menyakitkan namun juga menginsipirasi. Film ini diangkat dari memoar Cheryl yang berjudul Wild: From Lost to Found on The Pacific Crest Trail dan disutradarai oleh Jean-Marc Vallee (Dallas Buyer Club) dengan adaptasi naskah oleh Nick Hornby (High Fidelity, An Education).
Film ini memiliki kemiripan dengan filmnya Sean Penn yang berjudul hampir sama, Into the Wild. Keduanya sama-sama bercerita tentang pilihan hidup seorang insan untuk menyendiri di alam liar. Tapi ada garis pembeda yang jelas diantara keduanya. —selain perbedaan gender tentunya. Sementara di Into the Wild, McCandless memilih bertualang di alam liar sebagai bentuk skeptisismenya terhadap peradaban manusia, Cheryl melakukan perjalanannya untuk melakukan penebusan atas kesalahannya di masa lalu sekaligus untuk mencari kembali jati dirinya yang dulu sebagaimana yang dikenal oleh ibunya.
Diceritakan dengan narasi nonlinear (seperti halnya Into the Wild), cerita dimulai dengan Cheryl Strayed yang memutuskan untuk melakukan hiking melintasi Amerika dimulai dari perbatasan Meksiko hingga Oregon. Selama perjalanan, Cheryl yang sama sekali tak berpengalaman hiking yang membawa segala macam peralatan dengan tas ranselnya yang luar biasa besar, harus menghadapi segala macam bahaya yang mengancam nyawa karena panasnya gurun, dehidrasi, hewan buas, salju yang datang tiba-tiba, dan bahaya dari pria yang ditemuinya dalam perjalanan yang berpotensi menjadi predator (anda mengerti maksud saya kan? Wanita jalan sendirian, lalu ada pria,... ah sudahlah).
Kejadian-kejadian yang dialaminya di gurun Mojave tersebut, menjadi media kilas balik akan masa lalunya yang kelam. Saat masih kecil, walaupun dari keluarga broken-home, Cheryl dan adiknya adalah anak yang tak pernah kekurangan kasih sayang. Meski hidup susah, ibunya selalu mengajarkan untuk menikmati hidup. Saat berumur 45 tahun, ibunya terkena kanker dan meninggal dunia. Kejadian ini menjadi turning point bagi Cheryl dan menjadikannya pecandu seks dan narkoba. Meski sudah mempunyai suami yang perhatian dan 2 orang anak, perilaku Cheryl ini tak berhenti hingga mengantarkannya ke perceraian. Hal ini kemudian menumbuhkan niatnya untuk melakukan perjalanan 1.000+ mil.
Tak seperti film-film bertema outdoor lainnya yang mengekspos pemandangan alam yang apik, Wild lebih berfokus pada karakter. Pendapat saya pribadi, tak ada scene yang benar-benar memanjakan penonton secara visual seperti halnya Into the Wild dan 127 Hours. Hal ini disebabkan karena sinematografer Yves Belanger (Dallas Buyer Club, Laurence Anyways) yang memang menggunakan kamera dengan pencahayaan natural agar terlihat realistis. Menilik film-film Vallee sebelumnya yang memang tentang pengembangan karakter, ini bisa dimaklumi sebenarnya.
Sebagai follow-up dari film pemenang 2 Oscar untuk kategori akting tahun lalu, Dallas Buyer Club, sutradara Vallee kembali menunjukkan kemampuannya memancing para aktornya (dalam hal ini aktris) untuk mengeluarkan penampilan terbaik mereka. Di memoarnya, Cheryl yang berumur 26 tahun adalah seorang wanita muda yang telah banyak mengecap pahitnya kehidupan, namun juga pernah merasakan kasih sayang yang mendalam di masa kecil dari ibunya. Witherspoon yang berumur 12 tahun lebih tua, memerankan Cheryl dengan segala kerapuhan, ketangguhan serta kekuatan tekad. Dia menunjukkan totalitas aktingnya, secara fisik maupun emosional, merepresentasikan dengan baik seorang wanita yang pernah trauma mendalam kemudian mencari pelarian dengan seks dan narkoba (bahkan Witherspoon beradegan telanjang total untuk pertama kalinya di layar lebar).
Laura Dern berhasil menggambarkan ibu Cheryl yang tangguh walaupun harus menghadapi kehidupan yang sulit. Suami yang kasar dan pemabuk menyebabkan perceraiannya, lalu kemudian harus hidup miskin dan tetap menghidupi 2 orang anak. Namun sikapnya yang selalu penuh kasih sayang dan bisa melihat sisi positif dari semua kesulitan menjadi motivasi bagi Cheryl untuk sadar kembali. Memang, pada awalnya kehilangan ibunya inilah yang menyebabkan Cheryl jadi gelap mata, namun karakter ibunya jugalah yang kemudian jadi pedomannya untuk memulai hidup baru. Kisah kasih ibu-anak inilah yang menjadi poin utama sekaligus paling emosional dan menjadi basis dari monolog Cheryl di akhir film yang sangat menyentuh. Download aja filmnya disini..
Demikian daftar film recomended dari mimin buat para ADFers.. yang bisa dipelajarin waktu lagi mau survival sendirian hehehehhe ... semoga bermanfaat ..
Jangan lupa di suscribe biar makin hot ... dan blog ini tetap hangat #cieeeee......